Minggu, 25 Desember 2011

puisi rindu

Rindu Buat Kekasih
Pagi itu diam …….
Ketika Pucuk pucuk cemara terpaku bisu
Membawa jiwaku mengembara…
Hingga menembus batas lamunku
Di sini ……..
Masih Aku simpan setangkup rindu untukmu
Di sudut hati, dimana keresahan membias sendu
Hingga lelah hati temani sepiku..
Entah….
Masih sanggupkah tangan ini melukis langit
Dan menggambar garis garis pucat wajahmu
Diantara Rindu … yang hempaskan aku.
Atau biarkan saja angin menghapus Jejakmu
Mungkin..
Aku Akan terus menanti
Hingga Kau Kembali …… di sini…. !

Melodi indah tetap di hatiku

Cerita tentang kita kemarin, yang menggoreskan begitu banyak garis-garis ketidaknyaman. Dan tak cukup terselesaikan dengan kata maaf. Karena kini aku yang harus berkejaran dengan waktu, memperbaiki semuanya sendiri.

Namun, bukankah semua yang sudah jelas terjadi itu bernama takdir? Dan karena kata itu selama ini yang turut serta memudahkan hatiku, melepas segala rasa kecewa. Sebab ku tahu, takdirNya adalah yang terbaik. Meski kebaikan itu tak pernah meminta pertimbangan atas rasa suka dan tidak suka.

Menyakitkan memang, ketika kita dikhianati oleh seseorang yang sudah kita anggap sebagai teman. Didepan kita berlagak baik, dibelakang penuh dengan niat busuk. Hanya mengejar keuntungan sendiri dan memanfaatkan kebaikan kita demi kepentingannya.

Ketika semuanya telah terjadi, baru menyadari ternyata ia tak punya perasaan pertemanan seperti yang kita punya. I’tikad baik lagi tulus untuk menolong, menjadi bumerang bagi diri sendiri.

Ah, sudahlah… biar ini menjadi pelajaran berharga. Di Jakarta yang sering dibilang lebih kejam dari pada ibu tiri. Pelajaran berharga untuk yang kesekian kalinya, bahwa aku harus lebih berhati-hati terhadap siapapun.

Hanya saja, kalau boleh melontarkan komentar pada mereka, maka ku katakan; kasihan!  Ya, kasihan sekali mereka mengambil manfaat dari orang lain yang hanya makhlukNya, dengan cara tak benar pula. Sementara ada yang Maha Memberi manfaat tanpa batas.  

***

/rf_Untuk seseorang; begitu banyak alasan untuk kecewa dan marah, tapi satu alasan cukup bagiku untuk memaafkan dan melupakan, bahwa Allah sedang tersenyum padaku.

Lelaki yang (ingin) aku cintai

Belakangan, di labuhan hati yang mendadak dicipta meluas. Ada banyak kecintaan yang memang ku paksa untuk ditambatkan. Meski sedikit kesulitan, tapi inilah bagian dari langkah seribu. Yang harus ku lakukan dengan cepat.

Belakangan juga, ku coba deskripsikan tentang arti banyak cinta, yang singgah dan tak jarang bermunculan sendiri di lahan sanubari. Bak jamur di musim penghujan. Begitu cepat berdispora, dan menyebar ke seluruh penjuru mata angin. Maka kemudian, satu nama untuk hidupku kini, di episode ini; menebar cinta di bumi.

Jika aku tahu bagaimana rasanya cinta untuk sahabat, jika ku dapat bedakan dalamnya cinta ibunda, perkasanya cinta ayahanda, kuatnya cinta pada adik dan kakak, dan bermacamnya cinta pada apapun yang asalnya dariNya dan muaraNya untuknNya serta pijakannya adalah karena kecintaan kepadaNya. Maka, pelan namun pasti pun telah ku siapkan (ruang) cinta untuk sang imam, jika takdir itu benar-benar datang menyapa. Memupuk kerinduan pada banyak keberkahan, agar langkahku kian terpacu cepat. Meski jujur harus diakui, bahwa aku masih kualahan mengobrak-abrik rasa takut, di suatu dimensi rasa yang sulit untuk dijelaskan pada siapapun. Biarlah… sungguh, cukup Allah yang menjadi saksi atas kegigihanku melawan naluriku sendiri. Cukup Allah yang menjadi saksi bahwa aku tidak berdiam diri.

Semuanya, ku lihat lagi. Review bahasa kerennya. Sebuah rancangan kehidupan yang ku orientasikan hingga berkepanjangan sampai akhirat. Tak putus, meski garis kematian siap membentang di kapan saja, memangkas banyak amalan hati. Karena begitulah Allah menjamin, bahwa akan ada kebaikan yang tak ada putus-putusnya, jika semuanya berbahan dasar keimanan.

Sempurna, ku rasa. Kemudian dalam tawakal, ridha terhadap apapun takdirNya.

Hingga hentakan dahsyat itu datang. Seorang lelaki yang seharusnya menjadi perhatian, telah dilupakan arti pentingnya. Di masanya, ia adalah pemuda idola, tak pernah dusta lagi bisa dipercaya.

Wahai Rasullullah… apa kabar cintaku padamu? Sungguh baru kusadari, jarang sekali ku sebut-sebut perasaan ini untukmu, meski ku gentol mengaku ummatmu. Ingatan tentangmu bukanlah untuk cinta, namun karena kiblat segala laku adalah sosokmu.

Padahal cinta untukmu adalah penanda keimanan. Lalu, kenapa selama ini rasaku hanya berasyik masyuk denganNya? Jelas aku bukan sufi dan menolak disebut sufi. Aku adalah ummatmu. Bagian dari kebimbanganmu di detik-detik sakaratul maut itu yang kau sebut hingga berulang tiga kali.

Wahai Rasullullah… ijinkan aku mencintaimu… Aku kembali ke titik nol. Tak ada rancangan apapun dalam hidupku, dalam hatiku. Dadaku kosong… semuanya luruh… semuanya runtuh… Sebab setelahNya adalah hakmu. Dan ku tunaikan segera, insyaAllah…

Allah… ampuni khilaf ini.

Dialah lelaki yang (ingin) kucinta segera dan saat ini. Dengan cinta yang tak seperti biasanya apalagi sekedarnya. Dialah MuhammadMu.

***

/rf_Allahumma shalli ‘ala Muhammad, ya Rabbi shalli ‘alaihiwasallim.

Kamis, 22 Desember 2011

IBU

kasih ibu kepada Beta ..
tak terhingga sepanjang Masa . .
Hanya memberi tak harap kembali. .
Bagai sang surya menyinari dunia. .